Langsung ke konten utama

Interpretasi hasil biomonitoring

Secara konvensional, konsentrasi biomarker urin (misalnya: S-PMA, HA, dan MHA) dikoreksi terhadap tingkat hidrasi untuk menghasilkan konsentrasi biomarker terkoreksi. Rumus yang digunakan adalah:




Untuk dapat menggunakan rumus tersebut maka terdapat syarat yang harus dipenuhi, yaitu konsentrasi kreatinin urin antara 0,3 – 3 g/l

Pada rumus di atas, konsentrasi kreatinin urin sebagai penyebut, dengan demikian jika penyebut semakin kecil maka hasil bagi semakin besar dan sebaliknya jika penyebut semakin besar maka hasil bagi semakin kecil. Dengan perkataan lain, jika konsentrasi kreatinin urin lebih kecil dari 0,3 g/l maka konsentrasi biomarker terkoreksi akan lebih besar dari seharusnya dan sebaliknya jika konsentrasi kreatinin urin lebih besar dari 3 g/l maka konsentrasi biomarker terkoreksi akan lebih kecil dari seharusnya. Hal ini berpotensi menimbulkan kesalahan dalam interpretasi data hasil pengukuran biomarker tersebut.

Perlu juga diketahui bahwa rumus tersebut mengasumsikan bahwa konsentrasi kreatinin urin stabil, yaitu hasil dari pengumpulan urin selama 24 jam. Pada praktik di kedokteran okupasi pengumpulan urin pekerja selama 24 jam tidak praktis dan yang dilakukan adalah pengambilan urin sewaktu. Konsentrasi kreatinin urin sewaktu dipengaruhi oleh:

  • Tingkat hidrasi atau dilusi urin
  • Waktu pengambilan sampel, dimana konsentrasi kreatinin urin pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan pada sore hari

Konsentrasi kreatinin urin juga dipengaruhi oleh:

  • Indeks massa tubuh, dimana satu unit peningkatan indeks massa tubuh akan meningkatkan konsentrasi kreatinin urin sebesar 1,3 g/dl.
  • Usia, konsentrasi kreatinin urin pada individu berusia 12-29 tahun adalah yang paling tinggi.
  • Penyakit diabetes mellitus, dimana konsentrasi kreatinin urin pada penderita diabetes mellitus lebih kecil dibandingkan yang tidak menderita diabetes mellitus.
  • Fungsi ginjal
  • Gangguan tidur akan menurunkan konsentrasi kreatinin urin.

Oleh karena itu ketika menginterpretasi hasil biomonitoring untuk biomarker tertentu maka hal-hal tersebut di atas perlu dipertimbangkan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jumlah sampel minimum pengukuran pajanan di lingkungan kerja

Untuk membuktikan bahwa kadar pajanan di tempat kerja tidak melewati nilai ambang batas (NAB) kemungkinan akan memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit.  Dalam Permenaker nomor 5 tahun 2018 maupun Permenkes nomor 70 tahun 2016 tidak ada ketentuan mengenai jumlah sampel minimum. Dalam permenkes nomor 70 tahun 2016 hanya disebutkan bahwa jumlah sampel sebagai bagian dari proses pengukuran harus dilakukan sesuai dengan standar.  Jumlah sampel minimum menurut NIOSH cukup banyak seperti terlihat pada gambar di bawah ini.  Untuk mengurangi jumlah sampel minimum yang diperlukan, dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut: Membagi pekerja ke dalam  similarly exposed group  (SEG). Pengukuran pajanan personal dilakukan dalam 3 tahap: Tahap skrining Tahap uji kepatuhan kelompok Tahap uji kepatuhan individu Pada tahap skrining dilakukan tiga pengukuran pajanan personal  secara acak dari pekerja dalam SEG. Jika  ketiga pajanan kurang dari 0,1...
Penyakit/gangguan muskuloskeletal terkait kerja Muskuloskeletal maksudnya otot dan rangka. Menurut HSE, di Inggris, sekitar setengah juta pekerja mengalami penyakit/gangguan otot rangka terkait kerja (baik kasus baru maupun kasus lama) pada tahun 2015/16. Dan penyakit/gangguan otot rangka yang mempengaruhi kualitas hidup pekerja yang mengalaminya ini merupakan penyakit/gangguan terkait kerja yang jumlahnya banyak, sekitar 41% dari seluruh penyakit/gangguan terkait kerja. (https://t.co/DloQPGuwea).  Bagaimana dengan data di Indonesia? Di Indonesia belum ada data pasti mengenai penyakit akibat kerja. Tetapi diperkirakan persentase penyakit/gangguan muskuloskeletal terkait kerja hampir sama. Tetapi umumnya tidak dikenali. Mengapa? Karena seringkali keluhan pegal linu, nyeri, kram, baal, kesemutan dll setelah bekerja dianggap biasa. Pasien umumnya mengobati sendiri, kalaupun berobat ke dokter biasanya tidak terdiagnosis kaitannya antara keluhan pasien dengan pekerjaannya. ...

Variabilitas pajanan bahan kimia di tempat kerja

Pajanan bahan kimia pada pekerja di lingkungan kerja sangat bervariasi: dari hari ke hari dari satu pekerja ke pekerja lain dari satu kelompok pekerja ke kelompok pekerja lain.  Bahkan dalam satu shift kerja, pajanan bervariasi dari menit ke menit. Variasi ini terjadi akibat perubahan dalam faktor seperti: laju pembentukan kontaminan tingkat ventilasi aktivitas yang dilakukan oleh pekerja.  Variabilitas ini memengaruhi jumlah sampel yang dibutuhkan untuk sepenuhnya mengkarakterisasi variasi tersebut di atas dan kemampuan skema penilaian yang ada untuk membandingkan kelompok pekerja yang berbeda atau membandingkan pajanan terhadap nilai ambang batas (NAB).  Satu pendekatan yang dilakukan untuk menangani masalah variabilitas dalam pajanan pekerja adalah dengan mengelompokkan pekerja ke dalam similarly exposure groups (SEGs) , yang dapat dilakukan dengan: Pendekatan kualitatif Pendekatan kuantitatif Pendekatan kualitatif Pengelompokkan pekerja ke dalam SEGs dilakukan denga...