Langsung ke konten utama

Kadar background hippuric acid

Toluene terutama dimetabolisme menjadi asam benzoate yang kemudian berkonjugasi dengan glycine membentuk hippuric acid (HA) yang kemudian diekskresikan dalam urin. Biomarker HA tidak spesifik untuk toluene atau pajanan okupasi. HA juga ada dalam urin individu yang tidak terpajan toluene dalam pekerjaannya. Konsumsi beberapa makanan tertentu yang mengandung asam benzoat atau persenyawaannya (baik secara alami atau ditambahkan sebagai antimikroba) berkontribusi pada ekskresi HA dalam urin.

Sumber-sumber untuk HA background selain asam benzoate dan persenyawaannya adalah kontaminasi toluene lingkungan, pajanan ethyl-benzene, styrene, dan makanan. Makanan seperti buah (plum, peach, dan berry), biji kopi hijau, pengawet makanan, dan obat-obatan yang mengandung asam salisilat. Sehingga kadar HA yang rendah terdapat dalam urin manusia sebagai produk sampingan dari metabolisme endogen dan metabolisme makanan.

Kadar background HA ini penting karena dapat memengaruhi interpretasi hasil pemeriksaan HA dalam rangka biomonitoring pajanan di Perusahaan. Kadar background HA di banyak negara berkisar antara 1 sampai 1,5 g/g kreatinin (European Chemicals Bureau), sehingga pada tingkat pajanan toluene di bawah 100 ppm (375 mg/m3), di negara-negara tersebut, HA dalam urin pasca pajanan tidak dapat digunakan untuk membedakan individu yang terpajan dari individu yang tidak terpajan karena perbedaan antara kadar background dan tingkat yang dihasilkan karena pajanan toluene di tempat kerja terlalu kecil. Bahkan HA sudah tidak dipertimbangkan sebagai biomarker yang baik untuk pajanan okupasi terhadap toluene di bawah 50 ppm.

Akan tetapi kadar background HA dalam urin bervariasi secara geografis. Kadar background HA yang rendah dilaporkan di berbagai negara lain, sehingga di negara-negara ini, HA dapat digunakan sebagai penanda biologis untuk pajanan toluene pada tingkat yang lebih rendah dari 100 ppm.

ACGIH mengestimasi kadar background HA dalam urin antara 0,5 - 1,5 g/g kreatinin. Perbedaan dalam estimasi ini disebabkan perbedaan jumlah senyawa asam benzoat dalam makanan.

Jumlah senyawa asam benzoat tertinggi yang dapat ditambahkan ke dalam makanan adalah 0,1% di Filipina dan 0,6 g/kg (untuk minuman ringan, sirup, dan kecap) di Jepang. Adanya perbedaan ini, mengakibatkan diet penduduk Filipina mungkin mengandung senyawa asam benzoat dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan diet penduduk Jepang. Sehingga menurut Villanueva, dkk. (1994), kadar background HA geometric means (SD) untuk penduduk Filipina adalah 0,11 (0,41) g/g kreatinin dan untuk penduduk Jepang adalah 0,09 (0,39) g/g kreatinin.

Di Indonesia, berdasarkan peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan nomor 36 tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pengawet, Jumlah senyawa asam benzoat tertinggi yang dapat ditambahkan ke dalam makanan adalah 1.000 mg/kg atau 1 g/kg. Nilai ini lebih tinggi dari Jepang yang 0,6 g/kg. Sehingga kadar background HA untuk penduduk Indonesia kemungkinan besar lebih tinggi dari kadar background HA penduduk Jepang. 

Pada penelitian yang dilakukan oleh Siqueira, dkk di Brazil, didapatkan median HA adalah 0,15 g/g kreatinin dan nilai persentil ke-95 adalah 0,36 g/g kreatinin, nilai pada laki-laki adalah 0,38 g/g kreatinin dan perempuan 0,37 g/g kreatinin. Pada kelompok umur 36 – 60 tahun didapatkan nilai persentil ke-95 yang lebih tinggi, yaitu 0,41 g/g kreatinin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jumlah sampel minimum pengukuran pajanan di lingkungan kerja

Untuk membuktikan bahwa kadar pajanan di tempat kerja tidak melewati nilai ambang batas (NAB) kemungkinan akan memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit.  Dalam Permenaker nomor 5 tahun 2018 maupun Permenkes nomor 70 tahun 2016 tidak ada ketentuan mengenai jumlah sampel minimum. Dalam permenkes nomor 70 tahun 2016 hanya disebutkan bahwa jumlah sampel sebagai bagian dari proses pengukuran harus dilakukan sesuai dengan standar.  Jumlah sampel minimum menurut NIOSH cukup banyak seperti terlihat pada gambar di bawah ini.  Untuk mengurangi jumlah sampel minimum yang diperlukan, dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut: Membagi pekerja ke dalam  similarly exposed group  (SEG). Pengukuran pajanan personal dilakukan dalam 3 tahap: Tahap skrining Tahap uji kepatuhan kelompok Tahap uji kepatuhan individu Pada tahap skrining dilakukan tiga pengukuran pajanan personal  secara acak dari pekerja dalam SEG. Jika  ketiga pajanan kurang dari 0,1...
Penyakit/gangguan muskuloskeletal terkait kerja Muskuloskeletal maksudnya otot dan rangka. Menurut HSE, di Inggris, sekitar setengah juta pekerja mengalami penyakit/gangguan otot rangka terkait kerja (baik kasus baru maupun kasus lama) pada tahun 2015/16. Dan penyakit/gangguan otot rangka yang mempengaruhi kualitas hidup pekerja yang mengalaminya ini merupakan penyakit/gangguan terkait kerja yang jumlahnya banyak, sekitar 41% dari seluruh penyakit/gangguan terkait kerja. (https://t.co/DloQPGuwea).  Bagaimana dengan data di Indonesia? Di Indonesia belum ada data pasti mengenai penyakit akibat kerja. Tetapi diperkirakan persentase penyakit/gangguan muskuloskeletal terkait kerja hampir sama. Tetapi umumnya tidak dikenali. Mengapa? Karena seringkali keluhan pegal linu, nyeri, kram, baal, kesemutan dll setelah bekerja dianggap biasa. Pasien umumnya mengobati sendiri, kalaupun berobat ke dokter biasanya tidak terdiagnosis kaitannya antara keluhan pasien dengan pekerjaannya. ...

Variabilitas pajanan bahan kimia di tempat kerja

Pajanan bahan kimia pada pekerja di lingkungan kerja sangat bervariasi: dari hari ke hari dari satu pekerja ke pekerja lain dari satu kelompok pekerja ke kelompok pekerja lain.  Bahkan dalam satu shift kerja, pajanan bervariasi dari menit ke menit. Variasi ini terjadi akibat perubahan dalam faktor seperti: laju pembentukan kontaminan tingkat ventilasi aktivitas yang dilakukan oleh pekerja.  Variabilitas ini memengaruhi jumlah sampel yang dibutuhkan untuk sepenuhnya mengkarakterisasi variasi tersebut di atas dan kemampuan skema penilaian yang ada untuk membandingkan kelompok pekerja yang berbeda atau membandingkan pajanan terhadap nilai ambang batas (NAB).  Satu pendekatan yang dilakukan untuk menangani masalah variabilitas dalam pajanan pekerja adalah dengan mengelompokkan pekerja ke dalam similarly exposure groups (SEGs) , yang dapat dilakukan dengan: Pendekatan kualitatif Pendekatan kuantitatif Pendekatan kualitatif Pengelompokkan pekerja ke dalam SEGs dilakukan denga...