Langsung ke konten utama

Postingan

Interpretasi hasil biomonitoring

S ecara konvensional, konsentrasi biomarker urin (misalnya: S-PMA, HA, dan MHA) dikoreksi terhadap tingkat hidrasi untuk menghasilkan konsentrasi biomarker terkoreksi. Rumus yang digunakan adalah: Untuk dapat menggunakan rumus tersebut maka terdapat syarat yang harus dipenuhi, yaitu konsentrasi kreatinin urin antara 0,3 – 3 g/l .  Pada rumus di atas, konsentrasi kreatinin urin sebagai penyebut, dengan demikian jika penyebut semakin kecil maka hasil bagi semakin besar dan sebaliknya jika penyebut semakin besar maka hasil bagi semakin kecil. Dengan perkataan lain, jika konsentrasi kreatinin urin lebih kecil dari 0,3 g/l maka konsentrasi biomarker terkoreksi akan lebih besar dari seharusnya dan sebaliknya jika konsentrasi kreatinin urin lebih besar dari 3 g/l maka konsentrasi biomarker terkoreksi akan lebih kecil dari seharusnya. Hal ini berpotensi menimbulkan kesalahan dalam interpretasi data hasil pengukuran biomarker tersebut. Perlu juga diketahui bahwa rumus tersebut mengasumsikan...

Kadar background hippuric acid

Toluene terutama dimetabolisme menjadi asam benzoate yang kemudian berkonjugasi dengan glycine membentuk hippuric acid (HA) yang kemudian diekskresikan dalam urin. Biomarker HA tidak spesifik untuk toluene atau pajanan okupasi. HA juga ada dalam urin individu yang tidak terpajan toluene dalam pekerjaannya. Konsumsi beberapa makanan tertentu yang mengandung asam benzoat atau persenyawaannya (baik secara alami atau ditambahkan sebagai antimikroba) berkontribusi pada ekskresi HA dalam urin. Sumber-sumber untuk HA background selain asam benzoate dan persenyawaannya adalah kontaminasi toluene lingkungan, pajanan ethyl-benzene, styrene, dan makanan. Makanan seperti buah (plum, peach, dan berry), biji kopi hijau, pengawet makanan, dan obat-obatan yang mengandung asam salisilat. Sehingga kadar HA yang rendah terdapat dalam urin manusia sebagai produk sampingan dari metabolisme endogen dan metabolisme makanan. Kadar background HA ini penting karena dapat memengaruhi interpretasi hasil pemer...

Bahaya psikologis di tempat kerja

Organisasi harus mengidentifikasi bahaya psikologis, yang mencakup: Pengorganisasian kerja Faktor sosial di tempat kerja Lingkungan kerja, peralatan, dan pekerjaan berbahaya Pengorganisasi kerja antara lain : Peran dan tanggung jawab ketidakpastian/ambiguitas peran konflik peran kewajiban untuk peduli kepada orang lain pekerja tidak memiliki panduan/arahan yang jelas tentang tugas yang seharusnya mereka selesaikan (dan tidak boleh dilakukan) ekspektasi yang bertentangan dalam suatu peran (misalnya, diharapkan untuk memberikan layanan pelanggan yang baik, tetapi juga tidak menghabiskan waktu dengan pelanggan). ekspektasi dalam peran yang saling melemahkan (misalnya diharapkan untuk memberikan layanan pelanggan yang baik, tetapi juga tidak menghabiskan waktu lama dengan pelanggan) sering terjadi perubahan atau ketidakpastian tentang tugas dan standar kerja melakukan tugas yang tidak berarti atau tidak penting Kontrol pekerjaan versus otonomi pekerjaan Tuntutan pekerjaan Tuntutan emosiona...

Variabilitas pajanan bahan kimia di tempat kerja

Pajanan bahan kimia pada pekerja di lingkungan kerja sangat bervariasi: dari hari ke hari dari satu pekerja ke pekerja lain dari satu kelompok pekerja ke kelompok pekerja lain.  Bahkan dalam satu shift kerja, pajanan bervariasi dari menit ke menit. Variasi ini terjadi akibat perubahan dalam faktor seperti: laju pembentukan kontaminan tingkat ventilasi aktivitas yang dilakukan oleh pekerja.  Variabilitas ini memengaruhi jumlah sampel yang dibutuhkan untuk sepenuhnya mengkarakterisasi variasi tersebut di atas dan kemampuan skema penilaian yang ada untuk membandingkan kelompok pekerja yang berbeda atau membandingkan pajanan terhadap nilai ambang batas (NAB).  Satu pendekatan yang dilakukan untuk menangani masalah variabilitas dalam pajanan pekerja adalah dengan mengelompokkan pekerja ke dalam similarly exposure groups (SEGs) , yang dapat dilakukan dengan: Pendekatan kualitatif Pendekatan kuantitatif Pendekatan kualitatif Pengelompokkan pekerja ke dalam SEGs dilakukan denga...

Pengendalian TB di fasilitas pelayanan kesehatan

Tenaga kesehatan maupun non kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) seperti Puskesmas dan Rumah Sakit dapat terpajan bakteri TB akibat kontak dengan pasien TB yang tidak terdiagnosis. Potensi transmisi penyakit ini dapat terjadi di semua lokasi kerja dalam fasyankes . Pada lokasi kerja seperti ruang gawat darurat, pajanan dapat terjadi sebelum pasien TB yang infeksius dikenali dan diisolasi, dan pasien TB yang infeksius tersebut dapat tetap tanpa gejala (asimptomatik) untuk beberapa waktu.  Di rumah sakit, daerah berisiko tinggi terjadi transmisi TB adalah: ruang gawat darurat bangsal perawatan pasien TB tempat pengambilan dahak tempat dilakukan tindakan bronkoskopi. Beberapa prosedur yang menghasilkan aerosolisasi bakteri Mycobacterium tuberculosis antara lain: bronkoskopi induksi dahak intubasi endotrakeal respiratory suction otopsi Pencegahan transmisi TB di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) memerlukan identifikasi dini, isolasi, dan pengobatan pasien de...

TB di tempat kerja

Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis . Bakteri biasanya menyerang paru-paru. Namun, kuman TBC dapat menyerang berbagai bagian tubuh seperti: ginjal, tulang belakang, dan otak. Penyakit TB dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik.  Penularan Tuberkulosis  ditularkan antar individu melalui udara . Ketika individu dengan TB paru-paru aktif atau TB pangkal tenggorokan batuk atau bersin, bakteri dilepaskan ke udara. Dengan menghirup bakteri ini, individu di sekitar dapat terinfeksi.  Ketika bakteri TB terhirup, kuman dapat menetap di paru-paru dan mulai berkembang. Bakteri kemudian dapat melakukan perjalanan melalui darah ke daerah lain di tubuh, termasuk ginjal, tulang belakang, dan otak.  Tuberkulosis di paru-paru atau tenggorokan bisa  menular (infeksius) . Proses penularan lebih mungkin terjadi ketika ada kontak dengan individu lain yang menghabiskan banyak waktu dengannya setiap hari, seperti angg...

Kelebihan berat badan dan obesitas

Untuk mengetahui apakah individu mengalami kelebihan berat badan adalah dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) menggunakan rumus berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m) kwadrat , sehingga satuan IMT adalah  kg/m 2 . Terdapat dua jenis penggolongan hasil perhitungan IMT, yaitu menurut WHO ( World Health Organization ) dan asia pasifik .  Pada 2018, penduduk dewasa Indonesia yang memiliki IMT kelebihan berat badan adalah 13,6 dan obesitas adalah 21,8%, sehingga total penduduk dewasa yang memiliki IMT kelebihan berat badan dan obesitas adalah 35,4%, artinya sekitar 1 dari 3 penduduk dewasa mengalami masalah kelebihan gizi .  Kecenderungan individu untuk mengalami kelebihan berat badan dan obesitas berkaitan dengan beberapa faktor sosio-demografi seperti: Lebih umum dijumpai di perkotaan daripada pedesaan Pekerjaan yang tak menuntut banyak gerak  Aktivitas fisik yang lebih rendah pada waktu luang Perempuan Tingkat kesejahteraan rumah tangga Jenis industri te...