Langsung ke konten utama

Penilaian faktor risiko psikososial di tempat kerja

Penilaian faktor risiko psikososial mirip dengan penilaian faktor risiko lainnya di tempat kerja, yang berbeda hanyalah alat dan metodenya. Terdapat beberapa indikator yang menunjukkan bahwa terdapat permasalahan psikososial di tempat kerja. 

Indikasi penilaian faktor risiko psikososial di tempat kerja
Beberapa indikasi bahwa perlu dilakukan penilaian faktor risiko psikososial di tempat kerja adalah:
  • Jika terdapat indikator adanya permasalahan psikosial di tempat kerja
  • Sebagai upaya identifikasi faktor risiko psikososial dan tindakan pencegahan serta pengendalian
  • Untuk memantau perubahan faktor risiko psikososial seiring waktu
Elemen kunci
Untuk keberhasilan penilaian faktor risiko psikososial di tempat kerja terdapat lima elemen kunci yaitu: 
  1. Sumber stres (stresor/faktor risiko psikososial)
    • Faktor intrinsik pekerjaan
    • Peranan dalam organisasi
    • Hubungan dengan individu lain
    • Pencapaian dan perkembangan karir
    • Struktur dan iklim organisasi
    • Antarmuka rumah-kerja
  2. Dampak stresor/faktor risiko psikososial
    • Indikator performance: kualitas, komplain pelanggan, dll
    • Angka absensi sakit
    • Keluhan fisik
    • Tingkat kecelakaan kerja
    • Tingkat kepuasan kerja
    • Laju turnover pekerja
    • Tingkat kecemasan dan depresi
  3. Karakteristik individu
    • Kondisi fisik: tingkat kesehatan dan kebugaran, diet dan kebiasaan makan, aktivitas olahraga, pola tidur, aktivitas relaksasi, hobi atau minat.
    • Biografi dan demografi: umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan, tingkat pendidikan dan status sosio-ekonomi.
    • Ciri-ciri kepribadian dan karakteristik perilaku: ekstroversion, neuroticism, kebutuhan untuk pencapaian atau power, perilaku Type A yang rentan penyakit jantung koroner.
  4. Analisis statistik
  5. Ekspektasi dan sikap staf
    • Strategi yang direkomendasikan dipilih dengan mempertimbangkan bahwa pihak manajemen mengetahui dan memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan pekerja dalam rangka menghilangkan sumber stres (stresor) yang menjadi penghalang efektivitas, produktivitas, kesehatan dan kepuasan di tempat kerja.
    • Ekspektasi pekerja tetap realistik terhadap pilihan dan potensi yang ada untuk tatalaksana situasi yang menimbulkan stres. Jika ekspektasi yang tidak realistik muncul dan tidak direalisasikan maka masalah stresor dapat menjadi lebih buruk (exacerbated). Hal ini yang menjadi momok bagi organisasi untuk melakukan penilaian risiko psikososial. Ibarat “membuka kotak pandora” tetapi menemukan bahwa “kita tidak dapat berbuat apa-apa terhadap situasi yang ada”.
Instrumen penilaian faktor risiko psikososial di tempat kerja
Penilaian faktor risiko psikososial dapat menggunakan metode:
  • Survei
  • Wawancara
  • Analisis data pekerjaan
Hasil penilaian dapat digunakan untuk menentukan tindakan preventif dan intervensi atau pengendalian untuk mengurangi stres kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. 







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jumlah sampel minimum pengukuran pajanan di lingkungan kerja

Untuk membuktikan bahwa kadar pajanan di tempat kerja tidak melewati nilai ambang batas (NAB) kemungkinan akan memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit.  Dalam Permenaker nomor 5 tahun 2018 maupun Permenkes nomor 70 tahun 2016 tidak ada ketentuan mengenai jumlah sampel minimum. Dalam permenkes nomor 70 tahun 2016 hanya disebutkan bahwa jumlah sampel sebagai bagian dari proses pengukuran harus dilakukan sesuai dengan standar.  Jumlah sampel minimum menurut NIOSH cukup banyak seperti terlihat pada gambar di bawah ini.  Untuk mengurangi jumlah sampel minimum yang diperlukan, dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut: Membagi pekerja ke dalam  similarly exposed group  (SEG). Pengukuran pajanan personal dilakukan dalam 3 tahap: Tahap skrining Tahap uji kepatuhan kelompok Tahap uji kepatuhan individu Pada tahap skrining dilakukan tiga pengukuran pajanan personal  secara acak dari pekerja dalam SEG. Jika  ketiga pajanan kurang dari 0,1...
Penyakit/gangguan muskuloskeletal terkait kerja Muskuloskeletal maksudnya otot dan rangka. Menurut HSE, di Inggris, sekitar setengah juta pekerja mengalami penyakit/gangguan otot rangka terkait kerja (baik kasus baru maupun kasus lama) pada tahun 2015/16. Dan penyakit/gangguan otot rangka yang mempengaruhi kualitas hidup pekerja yang mengalaminya ini merupakan penyakit/gangguan terkait kerja yang jumlahnya banyak, sekitar 41% dari seluruh penyakit/gangguan terkait kerja. (https://t.co/DloQPGuwea).  Bagaimana dengan data di Indonesia? Di Indonesia belum ada data pasti mengenai penyakit akibat kerja. Tetapi diperkirakan persentase penyakit/gangguan muskuloskeletal terkait kerja hampir sama. Tetapi umumnya tidak dikenali. Mengapa? Karena seringkali keluhan pegal linu, nyeri, kram, baal, kesemutan dll setelah bekerja dianggap biasa. Pasien umumnya mengobati sendiri, kalaupun berobat ke dokter biasanya tidak terdiagnosis kaitannya antara keluhan pasien dengan pekerjaannya. ...

Variabilitas pajanan bahan kimia di tempat kerja

Pajanan bahan kimia pada pekerja di lingkungan kerja sangat bervariasi: dari hari ke hari dari satu pekerja ke pekerja lain dari satu kelompok pekerja ke kelompok pekerja lain.  Bahkan dalam satu shift kerja, pajanan bervariasi dari menit ke menit. Variasi ini terjadi akibat perubahan dalam faktor seperti: laju pembentukan kontaminan tingkat ventilasi aktivitas yang dilakukan oleh pekerja.  Variabilitas ini memengaruhi jumlah sampel yang dibutuhkan untuk sepenuhnya mengkarakterisasi variasi tersebut di atas dan kemampuan skema penilaian yang ada untuk membandingkan kelompok pekerja yang berbeda atau membandingkan pajanan terhadap nilai ambang batas (NAB).  Satu pendekatan yang dilakukan untuk menangani masalah variabilitas dalam pajanan pekerja adalah dengan mengelompokkan pekerja ke dalam similarly exposure groups (SEGs) , yang dapat dilakukan dengan: Pendekatan kualitatif Pendekatan kuantitatif Pendekatan kualitatif Pengelompokkan pekerja ke dalam SEGs dilakukan denga...