Langsung ke konten utama

Sistem manajemen stres kerja

Pendekatan lama terhadap masalah kesehatan mental akibat kerja adalah bahwa individu memiliki masalah, tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan kerja, dan individu harus berubah sehingga masalah terselesaikan. 

Stres kerja tidak semata-mata muncul karena adanya faktor risiko psikososial di tempat kerja, akan tetapi karena adanya hubungan antara individu dan lingkungan kerja (lihat Stres kerja). Manajemen stres kerja yang lebih baik dapat meningkatkan kesuksesan individu, tim, dan organisasi.

Individu itu kompleks dan unik sehingga respon individu terhadap stres berbeda-beda maka solusi manajemen stres untuk satu individu tidak akan cocok untuk semua pekerja atau kelompok pekerjaan. Manajemen stres kerja sebaiknya dilaksanakan pada level individu dan organisasi untuk mengedukasi dan melatih pekerja untuk mengatasi sumber stres, yang tidak dapat dihapus dari pekerjaan, secara lebih efektif.

Sistem manajemen stres kerja terintegrasi
Pendekatan yang direkomendasikan adalah pendekatan proaktif, bukan pendekatan reaktif. Pendekatan yang efektif dalam manajemen stres kerja adalah yang terintegrasi ke dalam semua proses di organisasi. Artinya menjadi bagian dari cara bisnis ditangani dari hari ke hari, bukan suatu aktivitas yang berdiri sendiri. Pendekatan yang menyeluruh atau holistik:
  • Pada pekerja
  • Dinamika dan hubungan interpersonal dari kelompok/tim kerja
  • Struktur dan budaya organisasi yang membentuk lingkungan kerja.
Tahapan dalam sistem manajemen stres kerja terintegrasi:
  1. Penilaian dan diagnosis masalah – mengapa manajemen berpikir bahwa organisasi memiliki masalah dengan stres (apa buktinya) dan apa yang manajemen maksud dengan stres (apa masalah spesifik yang ada).
  2. Menghasilkan solusi – apa jenis tindakan yang tepat? Apa tujuannya? Apa yang ingin dicapai oleh manajemen? Apa saja opsi untuk intervensi? Apa tujuan dari intervensi?
  3. Penerapan intervensi – jika memungkinkan, dilakukan dengan perbandingan dengan kelompok kontrol. Rencana harus menunjukkan struktur dan waktu intervensi.
  4. Penilaian intervensi – konsekuensi dari intervensi terhadap ekspektasi dampak positif dan negatif harus dinilai. Harus diputuskan bagaimana dan kapan intervensi akan dinilai sebelum intervensi dilaksanakan. Sangat penting untuk menetapkan kriteria sukses sebelumnya yang spesifik dan diketahui oleh pekerja. 
  5. Pemantauan dan umpan balik – bagaimana temuan penilaian diintegrasikan dengan struktur atau kebijakan lain organisasi?




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jumlah sampel minimum pengukuran pajanan di lingkungan kerja

Untuk membuktikan bahwa kadar pajanan di tempat kerja tidak melewati nilai ambang batas (NAB) kemungkinan akan memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit.  Dalam Permenaker nomor 5 tahun 2018 maupun Permenkes nomor 70 tahun 2016 tidak ada ketentuan mengenai jumlah sampel minimum. Dalam permenkes nomor 70 tahun 2016 hanya disebutkan bahwa jumlah sampel sebagai bagian dari proses pengukuran harus dilakukan sesuai dengan standar.  Jumlah sampel minimum menurut NIOSH cukup banyak seperti terlihat pada gambar di bawah ini.  Untuk mengurangi jumlah sampel minimum yang diperlukan, dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut: Membagi pekerja ke dalam  similarly exposed group  (SEG). Pengukuran pajanan personal dilakukan dalam 3 tahap: Tahap skrining Tahap uji kepatuhan kelompok Tahap uji kepatuhan individu Pada tahap skrining dilakukan tiga pengukuran pajanan personal  secara acak dari pekerja dalam SEG. Jika  ketiga pajanan kurang dari 0,1...
Penyakit/gangguan muskuloskeletal terkait kerja Muskuloskeletal maksudnya otot dan rangka. Menurut HSE, di Inggris, sekitar setengah juta pekerja mengalami penyakit/gangguan otot rangka terkait kerja (baik kasus baru maupun kasus lama) pada tahun 2015/16. Dan penyakit/gangguan otot rangka yang mempengaruhi kualitas hidup pekerja yang mengalaminya ini merupakan penyakit/gangguan terkait kerja yang jumlahnya banyak, sekitar 41% dari seluruh penyakit/gangguan terkait kerja. (https://t.co/DloQPGuwea).  Bagaimana dengan data di Indonesia? Di Indonesia belum ada data pasti mengenai penyakit akibat kerja. Tetapi diperkirakan persentase penyakit/gangguan muskuloskeletal terkait kerja hampir sama. Tetapi umumnya tidak dikenali. Mengapa? Karena seringkali keluhan pegal linu, nyeri, kram, baal, kesemutan dll setelah bekerja dianggap biasa. Pasien umumnya mengobati sendiri, kalaupun berobat ke dokter biasanya tidak terdiagnosis kaitannya antara keluhan pasien dengan pekerjaannya. ...

Variabilitas pajanan bahan kimia di tempat kerja

Pajanan bahan kimia pada pekerja di lingkungan kerja sangat bervariasi: dari hari ke hari dari satu pekerja ke pekerja lain dari satu kelompok pekerja ke kelompok pekerja lain.  Bahkan dalam satu shift kerja, pajanan bervariasi dari menit ke menit. Variasi ini terjadi akibat perubahan dalam faktor seperti: laju pembentukan kontaminan tingkat ventilasi aktivitas yang dilakukan oleh pekerja.  Variabilitas ini memengaruhi jumlah sampel yang dibutuhkan untuk sepenuhnya mengkarakterisasi variasi tersebut di atas dan kemampuan skema penilaian yang ada untuk membandingkan kelompok pekerja yang berbeda atau membandingkan pajanan terhadap nilai ambang batas (NAB).  Satu pendekatan yang dilakukan untuk menangani masalah variabilitas dalam pajanan pekerja adalah dengan mengelompokkan pekerja ke dalam similarly exposure groups (SEGs) , yang dapat dilakukan dengan: Pendekatan kualitatif Pendekatan kuantitatif Pendekatan kualitatif Pengelompokkan pekerja ke dalam SEGs dilakukan denga...